Kamis, 03 April 2008

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 1

BAB 5 :
KONSEP DAN STRATEGI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG DAS
BATANGHARI

Hasil analisis terhadap kondisi ekosistem DAS Batanghari memperlihatkan
adanya permasalahan pemanfaatan ruang mulai dari hulu sampai ke hilir
DAS. Permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi adalah : berubahnya
beberapa kawasan yang seharusnya berfungsi lindung menjadi kawasan
budidaya, belum terjalinnya kerjasama antar wilayah dan antar sektor secara
harmonis, dan terjadinya konflik kepentingan yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu arahan pemanfaatan
ruang sudah seyogyanya memperhatikan permasalahan tersebut di atas.
5.1 DASAR PERTIMBANGAN
Penataan ruang DAS Batanghari merupakan upaya dalam mengatur lokasi
kegiatan sosial, ekonomi dan infrastruktur sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan hasil yang optimal bagi pengembangan ekosistem Das secara
keseluruhan. Selanjutnya melalui arahan pemanfaatan ruang diharapkan
dapat terwujud keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah di DAS Batanghari.
Dasar pertimbangan dalam arahan pemanfaatan ruang DAS Batanghari
adalah sebagai berikut :
a. Kebijakan dan arah pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan DAS
Batanghari (kebijakan Nasional, Pulau Sumatera, Provinsi Jambi,
Provinsi Sumatera Barat, dan kabupaten/kota).
b. Kecenderungan Perubahan Pemanfaatan Ruang DAS Batanghari
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 2
c. Kesesuaian Antara Pemanfaatan Lahan RTRW Dengan Pemanfaatan
Lahan Eksisting 2002.
d. Kesesuaian antara Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Kriteria Lindung
dan Budidaya dengan Pemanfaatan lahan Eksisting 2002.
5.1.1 Kebijakan Dan Arah Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Perubahan pemanfaatan lahan di DAS Batanghari telah terjadi secara besarbesaran
sejak akhir tahun 1980 an (KK Warsi, 2003) Lahan yang berubah
pemanfaatannya terutama lahan hutan dijadikan areal perkebunan,
permukiman transmigrasi, ladang, serta prasarana sosial ekonomi.
Perubahan pemanfaatan ruang ini berkaitan dengan kebijakan dan arah
pemanfaatan ruang yang diberlakukan baik yang berskala nasional, provinsi,
maupun kabupatenkota.
a. Kebijakan Tata Ruang Nasional
Arahan kebijakan pengembangan kawasan lindung DAS Batanghari dalam
pola pemanfaatan ruang nasional mengarahkan Taman Nasional (TN) Kerinci
Seblat, TN Berbak, TN Bukit Tiga Puluh, dan TN Bukit Dua Belas sebagai
kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Arahan kebijakan pengembangan kawasan budidaya dan kawasan tertentu di
wilayah DAS Batanghari, ditetapkan 3 (tiga) kawasan andalan :
1. Kawasan Andalan Solok dan sekitarnya di Provinsi Sumatera Barat. Sektor
yang menjadi unggulan kawasan andalan Solok adalah perkebunan,
pertanian tanaman pangan, dan pertambangan. Orientasi pergerakkan
barang dan orang ke Kota Padang.
2. Kawasan Andalan Muara Bulian dan sekitarnya di Provinsi Jambi. Sektor
dari kawasan ini adalah industri, perkebunan, pariwisata, pertanian
tanaman pangan, dan perikanan. Orientasi pergerakan barang dan orang
ke Kota Kuala Tungkal.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 3
3. Kawasan andalan Muara Bungo - Sarolangun dan sekitarnya di Provinsi
Jambi. Mempunyai sektor unggulan perkebunan, pertanian tanaman
pangan, dan kehutanan.
Kawasan andalan yang tercakup dalam DAS Batanghari, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Arahan rencana pengembangan sistem permukiman di DAS Batanghari
meliputi penetapan fungsi kota dan hubungan hirarkisnya. Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan
simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. Kota di DAS
Batanghari yang memiliki fungsi sebagai PKW adalah Kota Jambi. Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan
simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau
beberapa kecamatan. Kota-kota tersebut adalah Kota Sawahlunto, Solok, dan
Sijunjung di Provinsi Sumatera Barat. Untuk Provinsi Jambi kota-kota yang
memiliki fungsi PKL adalah Kota Muara Bulian, Muara Tembesi, Muara
Sabak, Nipah Panjang, Pelabuhan Dagang, Muara Bungo, Bangko,
Sarolangun, Muara Tebo, Sungai Penuh, dan Sungai Bengkal.
Arahan pengembangan Pelabuhan Laut di DAS Batanghari adalah sebagai
pelabuhan pengumpan. Pelabuhan pengumpan regional adalah Kota Jambi,
sedangkan sebagai pelabuhan pengumpan lokal adalah Kuala Tungkal.
Dalam arahan pengembangan bandar udara Kota Jambi menjadi pusat
penyebaran tersier.
a. Kebijakan Tata Ruang Pulau Sumatera
Kebijakan tata ruang Pulau Sumatera dimaksudkan untuk mewujudkan
struktur dan pola pemanfaatan ruang nasional di wilayah Sumatera. Sedang
tujuannya adalah :
x Mencapai keseimbangan pemanfaatan ruang makro antara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya, antara kawasan perkotaan dan
perdesaan, antar wilayah dan antar sektor dalam satu ekosistem pulau
dan perairannya.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 4
Gambar 5.1 Kawasan andalan yang tercakup dalam DAS Batanghari
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 5
x Meningkatkan kesatuan pengembangan kegiatan ekonomi, sosial dan
pengembangan prasarana wilayah pada kawasan perkotaan dan
perdesaan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan.
x Menjamin efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan wilayah,
x Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana
yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan.
Adapun kebijakan dasar yang melandasi penyusunan rencana tata ruang
wilayah Sumatera tersebut adalah:
x Menghindari konflik perbatasan antar wilayah meliputi antar provinsi, antar
kabupaten dan antar kota.
x Memantapkan interaksi kawasan pantai timur dan pantai barat melalui
sistem jaringan transportasi yang handal meliputi darat (Sumatera Trans
Highways), laut (Sumatera Shipping), dan udara (Sumatera Airlines).
x Mengembangkan komoditas unggulan wilayah melalui kerjasama
pengelolaan, dan pemasaran melalui prinsip kompetisi manajemen.
x Mengembangkan akses bagi daerah terisolir dan pulau-pulau kecil di
pesisir barat dan timur sebagai sentra produksi perikanan, pariwisata, dan
migas ke pusat kegiatan industri pengolahan meliputi kota pantai serta
pusat pemasaran antar pulau dan antar negara.
x Mempertahankan kawasan lindung sebesar 40% luas wilayah Sumatera.
x Memperkuat pusat-pusat di pantai timur untuk menjadi pasar regional dan
internasional.
x Mendorong kemandirian akses ke pasar global dengan mengurangi
ketergantungan pada Singapura.
x Mengembangkan komoditas dengan daya saing global yang didukung oleh
industri pengolahan bertaraf internasional.
x Mempertahankan keunikan budaya lokal.
x Mengembangkan sistem transportasi yang menghubungkan kota-kota
pusat kegiatan di wilayah Sumatera dengan pusat pusat kegiatan kawasan
bisnis di Asia Pasifik.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 6
Kebijakan pengelolaan sistem pusat permukiman diarahkan pada
terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai dengan RTRWN, meliputi
Kota Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagai satu kesatuan sistem. Selanjutnya
pengelolaan sistem pusat permukiman dalam kaitannya dengan wilayah DAS
Batanghari adalah sebagai berikut :
ƒ Kota Padang ditetapkan sebagai kota PKN yang didorong
perkembangannya sebagai pusat pelayanan sekunder,
ƒ Kota Sawahlunto, Kota Jambi, Kota Muara Bulian dan Kota Muara Bungo
ditetapkan sebagai kota PKW yang didorong perkembangnnya sebagai
pusat pelayanan sekunder.
ƒ Kota PKL di dalam DAS Batanghari yang didorong perkembangnnya
adalah Kota Solok, Muara Tembesi, Muara Sabak, Bangko, Muaratebo
dan Sarolangun. Sedang Kota Sungai Penuh ditetapkan sebagai PKL
yang dibatasi perkembangnnya.
Arahan pengelolaan kawasan lindung ditetapkan bahwa luas kawasan lindung
untuk Provinsi Sumatera Barat seluas ±960.900 Ha sedang di Provinsi Jambi
seluas ±1.679.000 Ha merupakan kawasan yang memberikan perlindungan
pada kawasan bawahannya dan diprioritaskan penanganannya. Untuk
pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang
diprioritaskan penangannnya meliputi Taman Nasional Berbak, Bukit Tiga
Puluh, Bukit Dua Belas, dan Kerinci Seblat.
c. Kebijakan Tata Ruang Di Das Batanghari
● Provinsi Jambi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi
Undang - undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999 mengisyaratkan perlunya
upaya peningkatan kemampuan daerah dalam menghadapi persaingan
global, merebut peluang ekonomi melalui kerjasama regional dengan
memanfaatkan competitive advantage melalui kegiatan produksi unggulan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 7
Sejalan dengan hal itu, terjadi perubahan kebijakan pembangunan di Provinsi
Jambi antara lain :
- Wilayah Provinsi Jambi melalui UU No 54/1999 telah dimekarkan menjadi
9 (sembilan) Kabupaten dan satu Kota.
- Perubahan orientasi pembangunan yang semula utara - selatan menjadi
barat - timur.
- Pembangunan Pelabuhan Samudera Muara Sabak sebagai satu-satunya
pelabuhan utama di Provinsi Jambi. Fungsi utamanya sebagai pintu keluar
(outlet) bagi seluruh hasil hasil produksi yang ada di Provinsi Jambi.
- Kebijakan pembangunan lokasi industri di Desa Parit Culum (RTRW
Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2000).
Perubahan itu membawa konsekuensi mendasar dalam strategi dan struktur
tata ruang wilayah. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah Provinsi Jambi telah
membuat peninjauan kembali dan penyempurnaan terhadap RTRW Provinsi.
Struktur Tata Ruang Provinsi Jambi
Provinsi Jambi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah pembangunan, yaitu :
- Wilayah pembangunan A, meliputi bagian timur Provinsi Jambi, pusat
utamanya Kota Jambi. Berfungsi sebagai penghubung kegiatan
ekonomi lokal dan regional dengan kegiatan ekonomi global. Sektor
pengembangan utama adalah transportasi regional, industri,
perdagangan, dan jasa, serta pangan dan perkebunan. Terdiri dari 4
(empat) sub wilayah pembangunan.
- Wilayah pembangunan B, meliputi bagian tengah Provinsi Jambi, pusat
utamanya adalah Kota Muara Bungo. Berfungsi sebagai pusat kegiatan
budidaya pertanian skala besar dan industri. Terdiri dari 4 (empat) sub
wilayah pembangunan.
- Wilayah Pembangunan C meliputi bagian barat Provinsi Jambi,
pusat utamanya adalah Kota Bangko. Fungsi utamanya adalah
sebagai kawasan lindung untuk perlindungan kawasan bawahannya.
Terdiri dari 2 (dua) sub wilayah pembangunan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 8
Selanjutnya, pola pengembangan sistem kota-kota mencakup arahan hirarki
dan pengembangan fungsi kota-kota di Provinsi Jambi. Sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 .
Tabel 5.1
Wilayah Pembangunan di Provinsi Jambi
Wilayah
Pembangunan
Sub Wilayah Pembangunan Pusat
A
Pusat Utama
Kota Jambi
A1. Kabupaten Tanjung Jabung Timur
A2. Kabupaten Tanjung Jabung Barat
A3. Kabupaten Muaro Jambi
A4. Kota Jambi
Kota Muara Sabak
Kota Kuala Tungkal
Kota Sengeti
Kota Jambi
B
Pusat utama
Kota Muara Bungo
B1. Kabupaten Batanghari
B2. Kabupaten Sarolagun
B3. Kabupaten Bungo
B4 Kabupaten Tebo
Kota Muara Bulian
Kota Sarolagun
Kota Muara Bungo
Kota Muaro Tebo
C
Pusat utama
Kota Bangko
C1. Kabupaten Merangin
C2. kabupaten Kerinci
Kota Bangko
Kota Sungai Penuh
Sumber : Peninjauan Kembali dan Penyempurnaan RTRW Provinsi Jambi 1999/2000.
Arahan Pemanfaatan Ruang Provinsi Jambi
Berdasarkan RTRW 1995 luas kawasan lindung yang ditetapkan di Provinsi
Jambi mencapai ±1.107.015 Ha atau ±21,7% dari luas provinsi. Terdiri dari
kawasan suaka dan Cagar Alam, kawasan perlindungan di bawahnya,
kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana. Untuk Provinsi
Jambi, kawasan suaka dan cagar budaya antara lain laboratorium hutan alam
GAMA, hutan penelitian Biotrop, Cagar Biosfer Bukit Dua Belas, Taman
Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, dan hutan bakau
sepanjang pantai.
Selain sebagai kawasan suaka alam, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman
Nasional Berbak, dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, juga berfungsi
sebagai kawasan lindung yang memberikan perlindungan di bawahnya.
Kawasan perlindungan setempat di Provinsi Jambi terdiri dari kawasan
sepanjang aliran sungai, kawasan sekitar danau, dan kawasan sumber mata
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 9
air. Kawasan ini terdapat disepanjang DAS Batanghari, DAS Tungkal
Mendahara, DAS Air Hitam, DAS Banyulincir, DAS Air Dikit, Sub DAS
Tembesi, Sub DAS Jujuhan, Sub DAS Batang Tebo, Sub DAS Batang Tabir.
Tabel 5.2
Pola Pengembangan Kota-Kota di Provinsi Jambi
Fungsi Kota
Hirarki kota Skala Pelayanan Nama Kota
A B C D E
I Regional Kota Jambi T T T T T
II Sub Regional Muara Bulian
Muara Sabak
Muara Bungo
Kuala Tungkal
Bangko
Sungai Penuh
Sarolangun
Muaro Tebo
Sengeti
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
K
K
K
T
K
T T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
III Sub Sub Regional Muaro tembesi
Pelabuhan Dagang
Semurup
Nipah Panjang
Wiroto Agung
T
T
T
T
T
K
K
K
T
T
T
T
T
IV Lokal Rantau Panjang
Sungai Manau
Pauh
Pulau Pandan
Pekan Gedang
Jangkat
Muara Siau
Mersam
Tanjung
Pulau Temiang
Rantau Ikil
Tanah Tumbuh
Sungai Bengkal
Sanggaran Agung
Hiang
Siulak Deras
Pijoan
Rantau Pandan
Lempur
T
T
T
T
T
T
K
T
T
K
T
K
K
K
K
T
T
T
T
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
K
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
Sumber: Peninjauan Kembali dan Penyempurnaan RT RW Provinsi Jambi 1999/2000
Keterangan : A : Pusat pelayanan wilayah belakang (hinterland)
B : Pusat komunikasi dan transportasi antar wilayah
C : Pusat kegiatan industri
D : Pusat permukiman
E : Pelabuhan sungai/laut
T : Peningkatan fungsi yang ada
K : Pengembangan fungsi baru
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 10
Dalam strategi pengembangan tata ruang Provinsi Jambi disebutkan bahwa,
sistem transportasi darat diarahkan untuk tujuan pemerataan pembangunan
intra wilayah di Provinsi Jambi. Caranya adalah dengan meningkatkan akses
antar pusat-pusat permukiman dan antara pusat permukiman dengan daerah
belakangnya (hinterland), meningkatkan akses ke wilayah-wilayah potensial,
dan meningkatkan akses ke pasar internasional. Prioritas diberikan pada jalan
Trans Sumatera (jalur barat dan timur), serta jalan-jalan regional yang
menghubungkan pusat-pusat permukiman di sepanjang Sungai Batanghari.
Sistem transportasi laut dan udara diarahkan untuk tujuan peningkatan
pertumbuhan wilayah, dalam rangka meningkatkan eksternalistik dan
menunjang perkembangan sektor-sektor utama. Caranya dengan
meningkatkan interaksi ruang antar Provinsi Jambi dengan wilayah-wilayah
lainnya. Prioritas pengembangan diberikan pada Pelabuhan Samudera Muara
Sabak sebagai pusat transportasi laut utama, dan Pelabuhan Udara Sultan
Thaha sebagai pusat transportasi udara utama di Provinsi Jambi. Selanjutnya
Rencana Tata Ruang Provinsi Jambi ditunjukkan Gambar 5.2.
● Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat
RTRW Provinsi Sumatera Barat yang diperdakan tahun 1994 sudah sangat
ketinggalan dibandingkan dengan laju pertumbuhan wilayah yang terjadi. Ada
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang di
Provinsi Sumatera Barat yang secara garis besar dapat dipilah menjadi faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu berkaitan dengan
kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah pusat.
Faktor eksternal tersebut adalah UU No 22 dan No 25 tahun 1999 yang
berkaitan dengan otonomi daerah; dan peraturan yang berkaitan dengan
pemekaran wilayah, serta Pakto 23/1993 yang berkaitan dengan deregulasi
dan debirokratisasi di bidang investasi.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 11
Gambar 5.2 RTRW Prov. Jambi
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 12
Faktor internal adalah perkembangan ekonomi wilayah akibat adanya faktor
eksternal, pertumbuhan penduduk, pemanfaatan lahan yang belum optimal,
telah terjadi alih fungsi lahan (seperti lahan hutan yang menjadi lahan bukan
hutan selama 1996-2000), dan perubahan strategi dan arah pengembangan
kawasan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Barat memberi
arahan pemanfaatan ruang bagi kawasan lindung terdiri dari kawasan lindung
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam, dan kawasan rawan bencana. Hal ini
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Gambar 5.3.
Tabel 5.3
Kawasan Lindung di Provinsi Sumatera Barat
Jenis Kawasan
No Kabupaten/Kota Luas (Ha)
A B C D E
1 Kep. Mentawai 66.983 * * * *
2 Pesisir Selatan 33.187 * * * *
3 Solok 14.412 * * * *
4 Sawahlunto/Sijunjung 92.399 * * *
5 Tanah Datar 49.977 * * * * *
6 Padang Pariaman 53.590 * * *
7 Agam 73.074 * * * *
8 Lima Puluh Koto 69.860 * * * *
9 Pasaman 390.460 * * * *
10 Kota Padang 26.430 * * * *
11 Kota Solok 664 * *
12 Kota Sawahlunto 8.310 * *
13 Kota Padang Panjang 263 * *
14 Kota Bukit Tinggi 434 * *
15 Kota Payakumbuh 7.243 * *
Jumlah 18.872.286
Sumber : RTRW Propinsi Sumatera Barat 2002 -2017 (diolah)
Keterangan : Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat; Sawahlunto/Sijunjung dan Dharmasraya; Kabupaten Solok dan Solok
Selatan masih bersatu. Kota pariaman masih bersatu dengan Kabupaten Pariaman.
A = kawasan yg melindungi kawasan di
bawahnya
B = kawasan Perlindungan setempat
C = kawasan suaka alam
D = kawasan pelestarian alam
E = kawasan rawan bencana.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 13
Gambar 5.3 RTRW Sumbar
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 14
Sedangkan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya di Provinsi
Sumatera Barat terdiri dari hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan
pertanian, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwista dan
kawasan permukiman. Hal ini sebagaimana disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Kawasan Budidaya di Provinsi Sumatera Barat
Jenis Kawasan
No Kabupaten/Kota Luas (Ha)
A B C D E F G
1 Kep. Mentawai 434.152 * * * *
2 Pesisir Selatan 239.551 * * * * * *
3 Solok 294.008 * * * *
4 Sawahlunto/Sijunjung 416.794 * * * * * *
5 Tanah Datar 83.623 * * * *
6 Padang Pariaman 86.625 * * * *
7 Agam 150.156 * * * *
8 Lima Puluh Koto 165.570 * * * * * *
9 Pasaman 393.080 * * * * *
10 Kota Padang 43.066 * * * *
11 Kota Solok 5.100 * * * *
12 Kota Sawahlunto 19.035 * * * *
13 Kota padang Panjang 2.027 * * *
14 Kota Bukit Tinggi 2.090 * * *
15 Kota Payakumbuh 800 * * *
Jumlah 2.335.737
Sumber : RTRW Propinsi Sumatera Barat 2002 -2017 (diolah)
Keterangan : Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat; Sawahlunto/Sijunjung dan Dharmasraya; Kabupaten Solok
dan Solok Selatan masih bersatu. Kota Pariaman masih bersatu d engan Kabupaten Pariaman.
A = Kawasan Hutan Rakyat & Produksi
B = Kawasan Pertanian
C = Kawasan Pertambangan
D = Kawasan Industri
E = Kawasan Pariwisata
F = Kawasan Permukiman
G = Daerah Permukiman Transmigran
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 15
Arahan pemanfaatan ruang DAS Batanghari akan mempertimbangkan pula
rencana pemanfaatan ruang yang ada di kabupaten/kota yang termasuk DAS
Batanghari. Selanjutnya rencana pemanfaatan ruang kabupaten yang ada di
DAS Batanghari dapat dilihat pada Lampiran 8.
5.1.2 Kecenderungan Perubahan Pemanfaatan Lahan
Selain kebijakan dan arahan pemanfaatan ruang yang telah diuraikan
sebelumnya, kondisi perekonomian wilayah DAS Batanghari turut memberi
andil dalam mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang.
Potensi ekonomi wilayah DAS Batanghari sampai saat ini masih bertumpu
pada sektor primer (pertanian dan pertambangan), diperkirakan sektor ini
akan tetap menjadi tumpuan ekonomi wilayahnya. Hasil analisis sub bab 3.5
menunjukkan sebagian besar kabupaten di DAS Batanghari mempunyai pola
kegiatan ekonomi bertumpu pada sektor primer (pertanian dan
pertambangan) disertai perkembangan sektor tertier (perdagangan dan jasa).
Keadaan ini terutama terjadi pada kabupaten–kabupaten di bagian hulu dan
tengah DAS Batanghari. Sektor pertanian yang menjadi andalan utama
adalah sektor perkebunan.
Kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan berkaitan pula dengan
perkembangan desa desa menjadi lebih berciri kekotaan. Berdasarkan hasil
analisis terhadap jumlah desa yang memiliki fasilitas sosial ekonomi yang
berciri fasilitas perkotaan dan variasi jenisnya di suatu kabupaten (sub bab
3.5), diperoleh gambaran klasifikasi kabupaten. Beberapa kabupaten di
bagian hulu (Kabupaten Merangin, Solok) berada dalam klasifikasi maju.
Kabupaten di bagian tengah DAS Batanghari (Kabupaten Bungo, Tebo,
Batanghari) berada dalam klasifikasi berkembang. Hal ini mengindikasikan
adanya imbas sektor pertanian (khususnya perkebunan dan tanaman pangan)
terhadap berkembangnya sektor non pertanian khususnya jasa dan
perdagangan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 16
Seperti telah dijelaskan dalam kebijakan tata ruang nasional, posisi DAS
Batanghari merupakan daerah yang akan terkena imbasan perkembangan
segitiga pengembangan ekonomi Singapura–Batam–Johor (SIBAJO). Hal ini
akan makin memperkuat posisi sektor perkebunan di DAS Batanghari.
Persiapan kearah perkembangan ekonomi pun sedang dilakukan, khususnya
di Provinsi Jambi, antara lain melalui :
a. Pengembangan pelabuhan Sabak sebagai pelabuhan samudera.
b. Rencana peningkatan prasarana transportasi di Provinsi Jambi untuk
mengalihkan perkembangan dari orientasi utara-selatan menjadi
orientasi barat-timur.
c. Rencana dipersiapkannnya satu juta hektar lahan untuk kegiatan
perkebunan. Sejak tahun 1994-1997 telah dikeluarkan keputusan ijin
lokasi dengan total areal ±285.759 Ha (Revisi RTRW Provinsi Jambi
1999/2000)
Berdasarkan hal tersebut diatas, diduga untuk jangka waktu 10 tahun
mendatang, perkembangan perekonomian antara lain melalui sektor
perkebunan, perdagangan dan jasa diperkirakan akan menjadi pemicu
terjadinya perubahan pemanfaatan lahan, terutama di bagian hulu dan tengah
DAS Batanghari.
Perkembangan ekonomi wilayah DAS Batanghari masih banyak terkendala
oleh berbagai hal yang berkaitan dengan kelembagaan seperti koordinasi
antar sektor antar wilayah, keterbatasan perangkat pendukung, dan
pembiayaan. Secara tidak langsung hal tersebut dapat dilihat dari perubahan
pemanfaatan lahan yang terjadi dari 1997-2002.
Hasil analisis perubahan terhadap pemanfaatan lahan tahun 1997-2002
menunjukkan terdapatnya peningkatan pemanfaatan lahan semak belukar
dan lahan tidak produktif sebesar ±25,59%; lahan terbuka ±0,20%. Terjadi
penurunan pemanfaatan lahan hutan rawa sebesar ±2,30%; hutan ±17,79%;
dan lahan pertanian sebesar ±6,19%. Ada beberapa kemungkinan terjadinya
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 17
peningkatan pemanfaatan lahan semak belukar, lahan terbuka dan lahan
tidak produktif yang diikuti oleh penurunan pemanfaatan hutan rawa , hutan
dan pertanian yaitu:
a. Kemungkinan semak belukar dan lahan tidak produktif tersebut
merupakan lahan pertanian yang sedang di istirahatkan (puso) oleh para
peladang supaya lebih subur pada masa tanam berikutnya. Hal tersebut
sudah biasa dilakukan oleh peladang tradisional.
b. Kemungkinan tidak diusahakannya lahan pertanian, karena masalah
modal, dan tata niaga. artinya peladang belum mampu menanam
komoditas pertanian karena kekurangan atau kehabisan dana, harga
jual komoditas pertanian yang terlalu rendah, atau kesulitan
memasarkan komoditas pertanian, sehingga lahan pertanian dibiarkan
menjadi belukar.
c. Kemungkinan lahan semak belukar, lahan terbuka dan lahan tidak
produktif karena merupakan lahan-lahan kritis bekas penambangan
emas tanpa ijin (Peti), yang perlu direklamasi karena tidak subur.
Contohnya di daerah Kecamatan Muaro Bungo kabupaten Bungo.
d. Kemungkinan lahan semak belukar dan tidak produktif merupakan areal
HTI yang sudah memperoleh ijin untuk perkebunan tetapi tidak dikelola
sebagai mana mestinya (belum diusahakan menjadi perkebunan atau
tidak dirawat). Sebagai gambaran, dari 1994-1997 di Provinsi Jambi
telah dikeluarkan ijin lokasi perkebunan seluas 285.759 Ha (Revisi
RTRW Provinsi Jambi 1999/2000). Hal ini seperti yang diberitakan KKI
Warsi (2003), bahwa banyak areal HTI yang telah dilakukan land clearing
dibiarkan menjadi belukar.
e. Kemungkinan lahan semak belukar, lahan tidak produktif dan lahan
terbuka merupakan bekas areal hutan(HPH) yang kurang jelas
kepemilikannya karena beberapa sebab, seperti dicabut ijinnya, atau
hasil paduserasi RTRW dengan TGHK yang belum ditindaklanjuti status
dan batasnya. Kawasan seperti ini biasanya dirambah masyarakat
setelah habis kayunya kemudian diterlantarkan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 18
Beberapa kabupaten yang menunjukkan lahan semak belukar yang cukup
besar adalah Kabupaten Batanghari, Merangin, Dharmasraya dan Solok
Selatan. Lahan kering tidak produktif ditumbuhi semak terdapat di Kabupaten
Bungo, Tebo, Merangin dan Kerinci. Sedangkan lahan terbuka terdapat di
Kecamatan Rimbo Bujang dan VII Koto (Tebo), Kecamatan Pauh
(Sarolangun), Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Mersam (Batanghari) dan
Kecamatan Rantau Pandan (Bungo). Selanjutnya lihat Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Prosentase Perubahan Pemanfaatan lahan DAS Batanghari 1997-2002
Pemanfaatan Lahan 1997 (%) 2002 (%) Perubahan(%)
Hutan Rawa 5,63 3,33 - 2,30
Hutan 51,63 33,84 - 17,79
Pertanian 12,32 6,13 - 6,19
Permukiman 0,21 0,70 + 0,49
Semak Belukar 30,20 55,79 + 25,59
Lahan Terbuka - 0,20 + 0,20
Jumlah 100,00 100,00
Sumber: Tabel 2.25.
Berdasarkan perubahan pemanfaatan lahan tersebut, dapat disimpulkan telah
terjadi kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan dari areal berhutan
menjadi bukan hutan yang cukup besar, terutama di hulu DAS Batanghari. Hal
ini tentunya membawa akibat terhadap kemampuan bagian hulu DAS
Batanghari dalam menyerap air hujan.
Masalah kelembagaan berupa koordinasi antar sektor antar wilayah, yang
telah menyebabkan terjadinya ketidak optimalan pemanfaatan ruang seperti
diperlihatkan oleh perubahan pemanfaatan lahan selama 1997-2002, keadaan
di lapangan ditunjukkan pula oleh adanya ketidaksesuaian antara rencana
tata ruang (RTRW) tingkat provinsi (Jambi dan Sumatera Barat) untuk wilayah
DAS Batanghari dengan pemanfaatan lahan eksisting 2002.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 19
5.1.3 Kesesuaian Antara Pemanfatan Lahan RTRW Dengan Pemanfaatan
Lahan Eksisting (2002) di DAS Batanghari
Hasil tumpang tindih antara RTRW provinsi yang masuk dalam DAS
Batanghari dengan pemanfaatan lahan eksisting 2002 memperlihatkan,
adanya ketidakoptimalan pemanfaatan lahan. Kawasan Lindung hanya
dimanfaatkan ±57%, berupa hutan ±50,89% dan hutan rawa ± 6,48%. Sisanya
sebagian besar berupa lahan semak ± 22,57% dan belukar ± 10,11%.
Hutan produksi (terbatas, tetap dan konversi) yang berupa hutan ±67,25%
dan hutan rawa sebagian besar ±0,02%, sebagian besar sisanya
merupakan semak ±13,64% dan belukar ±13,36%.
Pertanian yang sudah dimanfaatkan ±3,12%. Sebagian besar berupa semak
±35,02% dan belukar ±35,30%.
Demikian pula halnya dengan pemanfaatanlahan untuk permukiman dan
transmigras, peruntukan industri, eksplorasi minyak dan kegiatan pertanian
dan non pertanian lainnya, sebagian besar masih berupa semak dan belukar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kondisi eksisting sudah banyak
menyimpang dari RTRW. Ada kecenderungan tutupan lahan berupa hutan
semakin berkurang digantikan semak belukar, lahan tidak produktif dan lahan
terbuka. Hal ini mengindikasikan adanya masalah kelembagaan yang
berkaitan dengan pelaksanaan koordinasi antar wilayah antar sektor,
monitoring, dan evaluasi. Kondisi ketidak sesuaian antara RTRW dengan
kondisi eksisting ini tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja ekosistem
DAS Batanghari.Selanjutnya lihat Tabel 5.6.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 20
Tabel 5.6
Kesesuaian Antara RTRW Vs Pemanfaatan lahan Eksisting (2002) DAS Batanghari
Pemanfaatan lahan eksisting (2002)
Pemanfaatan lahan
Berdasarkan RTRW DAS
Batanghari
Hutan
(%)
Hutan
rawa
(%)
HTI
(%)
Semak
(%)
Belukar
(%)
Pertani
an (%)
Rawa
(%)
Permu
Kiman&
Trans
(%)
Tanah
terbuka
(%)
Kawasan Lindung 50,89 6,48 0 22,57 10,11 5,34 3,23 1,05 0,33
Hutan Produksi 67,25 0,02 1,34 13,64 13,36 3,42 0,57 0,18 0,22
Pertanian 22,05 2,25 0,22 35,02 35,30 3.12 1,22 0,56 0,25
Permukiman & Transmigrasi 4,70 0,34 0 54,16 25,95 9,22 2,76 2,75 0,12
Eksplorasi Minyak 2,51 0 0 91,66 5,83 0 0 0 0
Peruntukan Industri 0 0 0 48,62 0 51,38 0 0 0
Pertanian dan Non Pertanian 20,07 1,62 0,48 44,83 21,69 8,63 1,60 0,93 0,15
% Pemanfaatan lahan eksisting 34,86 1,81 0,56 33,12 21,24 5,87 1,53 0,81 0,20
Sumber : lampiran 6
Keterangan : ‰ sesuai antara RTRW Vs eksisting . ‰ RTRW belum optimal
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 21
5.1.4 Kesesuaian Antara Arahan Fungsi Kawasan Lindung & Budidaya
Vs Pemanfaatan Lahan Eksisting 2002
Arahan pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya dibuat berdasarkan PP
No 47/1997 tentang RTRWN dan Kepres No 32/1990 Pengelolaan Kawasan
lindung. Berdasarkan PP dan Keppres tersebut, arahan fungsi kawasan
lindung budidaya dianalisis berdasarkan kriteria Kelas kemiringan lereng, jenis
tanah, intensitas curah hujan dan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
Arahan fungsi kawasan lindung dan budidaya ini menunjukkan arahan
pemanfaatan lahan yang ideal berdasarkan 4 (empat) kriteria yang telah
disebutkan.
Berdasarkan kriteria tersebut, arahan pemanfaatan lahan di DAS Batanghari
diklasifikasi menjadi 4 kawasan yaitu :
a. Kawasan Lindung : Kawasan yang sesuai untuk pemanfaatan kawasan
lindung sebesar ±60,98% dari luas DAS Batanghari. Kawasan tersebut
merupakan kawasan hutan lindung, perlindungan setempat, kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam. Hasil tumpang tindih antara peta
arahan fungsi lahan dengan peta pemanfaatan lahan eksisting
menunjukkan kawasan lindung yang tutupan lahannya berupa hutan
masih cukup besar yaitu ±60,98% dari luas kawasan berfungsi lindung .
Sisanya adalah semak ±24,55% dan belukar ±9,84%
b. Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas : Kawasan ini
dimaksudkan sebagai kawasan yang berfungsi menyangga kawasan
lindung dan juga berfungsi budidaya. Kawasan penyangga ini berada di
sekitar kawasan lindung. Dapat dikembangkan untuk Hutan Produksi
terbatas. Kawasan yang sesuai untuk pemanfaatan kawasan budidaya
hutan produksi terbatas di DAS Batanghari adalah sebesar ±16,89% dari
luas DAS Batanghari. Kawasan berfungsi penyangga ini sebagian besar
tutupan lahannya adalah semak ±42,86% dan belukar ±24,43%.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 22
c. Kawasan Budidaya Pertanian Tanaman Tahunan dan Hutan Produksi
Tetap: Kawasan ini merupakan kawasan budidaya yang diusahakan
dengan tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, hutan tanaman
Industri, hutan rakyat, dan perkebunan tanaman keras. Luas kawasan ini
±6% luas DAS Batanghari. Kawasan ini selain ditentukan oleh nilai ≤ 124
untuk kemiringan lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan, juga
merupakan wilayah yang berada pada kemiringan lereng antara 15-40%.
Hasil tumpang tindih antara peta arahan fungsi lahan dengan peta
pemanfaatan lahan eksisting menunjukkan sebagian besar kawasan ini
ditutupi semak ±40,66% dan belukar ±26,21%.
d. Kawasan Budidaya Non Pertanian dan Pertanian Tanaman Semusim:
Adalah kawasan yang mempunyai nilai skor ≤124 untuk kelas lereng, jenis
tanah dan intensitas hujan, juga merupakan wilayah dengan kemiringan
lereng relatif landai (≤15%). Kawasan ini berfungsi budidaya dapat
diusahakan untuk kegiatan non pertanian seperti permukiman perdesaan,
pariwisata, pertambangan dan industri. Kegiatan pertanian tanaman
semusim, terutama tanaman pangan, peternakan, perikanan, pertanian
lahan kering dan lahan basah. Luas kawasan ini ±51,13%. Hasil tumpang
tindih antara peta arahan fungsi lahan dengan peta pemanfaatan lahan
eksisting menunjukkan kawasan ini sebagian besar ditutupi semak
(±35,15%) dan belukar ±26,40%. Wilayah yang telah diusahakan menjadi
pertanian hanya ±8,99% dan permukiman dan transmigrasi ±0,90%.
Sedangkan sisanya ±21,72% masih berupa hutan dan hutan rawa.
Selanjutnya dari Tabel 5.7 terlihat bahwa potensi lahan yang dapat
dikembangkan untuk kegiatan budidaya ±74% dari luas DAS Batanghari.
Kondisi eksisting 2002 menunjukkan pemanfaatan lahan yang belum optimal,
sebesar ±58% merupakan lahan tidak produktif (semak, belukar, lahan
terbuka). Dengan demikian konsep dan strategi pemanfaatan ruang perlu
mengoptimalkan pengelolaan lahan di DAS Batanghari berdasarkan prinsip
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 23
Tabel 5.7
Arahan Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Ruang Eksisting 2002 DAS Batanghari
Pemanfatan Lahan Eksisting 2 0 0 2
Pemanfaatan lahan
Berdasarkan Arahan Fungsi
kawasan
Rawa &
Hutan
Rawa
Hutan HTI Belukar Semak
Pertani
an
Transmi
grasi
Perkim
Lahan
terbuka
Kawasan Lindung
1.158.784 Ha (25,98%)
-
706.571
60,98%
-
113.990
9,84%
284.429
24,55%
52.406
4,53%
-
928
0,08%
371
0,03%
Kawasan Budidaya Hutan
Produksi Terbatas 753.161 Ha
(16,89%)
-
214.537
28,48%
9.439
1,25%
184.009
24,43%
322.811
42,86%
13.494
1,79%
8.704
1,16%
-
167
0,02%
Kawasan Budidaya Pertanian
Tanaman Tahunan dan Hutan
Produksi
267.614 Ha (6,00%)
-
83.861
31,34%
175
0,07%
70.144
26,21%
108.814
40,66%
2.400
0,90%
993
0,37%
-
1.219
0,46%
Kawasan Budidaya Non
Pertanian dan Pertanian
Tanaman Semusim
2.279.908 Ha (51,13%)
148.607
6,52%
478.568
20,99%
16.603
0,73%
601.912
26,40%
801.360
35,15%
204.922
8,99%
8.922
0,39%
11.661
0,51%
7.353
0,32%
Jumlah Pemanfaatan lahan
Eksisting 2002
148.607
3,33%
1.483.536
33,27%
26.217
0,59%
970.055
21,75%
1.517.413
34,03%
273.321
6,13%
18.619
0,42%
12.589
0,28%
9.110
0,20%
Sumber : Hasil Perhitungan
Keterangan : { Sesuai antara arahan fungsi kawasan Vs pemanfaatan lahan eksisting { Pemanfaatan lahan belum optimal
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 24
5.2 KONSEP PEMANFAATAN RUANG DAS BATANGHARI
5.2.1 Konsep Dasar
Arahan pemanfaatan ruang DAS Batanghari selain memperhatikan
permasalahan yang menyebabkan kerusakan ekosistem DAS, agar bencana
banjir, kekeringan dan tanah longsor dapat dihindari, juga pelu
mempertimbangkan potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal
tersebut berarti arahan pemanfaatan ruang wajib mengakomodasi prinsip
ekologi dan kelestarian alam, dengan tujuan memelihara ekosistem DAS
Batanghari dari hulu sampai ke hilir, serta pengoptimalan potensi SDA yang
dapat dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal itu, maka konsep dasar arahan pemanfaatan ruang DAS
Batanghari akan berlandaskan pada Konsep pembangunan berkelanjutan
(Sustainable development) dan pengelolaan DAS secara terpadu. Dengan
demikian, maka arahan pemanfaatan ruang DAS Batanghari akan didasari
prinsip ekologi untuk menuju keberlanjutan sosial dan ekonomi yang dikelola
secara terpadu dari hulu ke hilir, dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan (stake holders). Selanjutnya dengan menggunakan konsep
tersebut ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan DAS
Batanghari, yaitu :
a. Pembangunan DAS Batanghari harus bertumpu pada integrasi
pembangunan dan lingkungan.
b. Pembangunan DAS Batanghari harus mencakup pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang semakin baik.
c. Pembangunan DAS Batanghari harus memperhitungkan batas
pemanfaatan ruang, sumber daya alam dan teknologi.
d. Pembangunan DAS Batanghari harus mempe rhitungkan aspek sosial,
budaya, dan politik masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dalam mengatasi persoalan lingkungan.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 25
5.2.2 Konsep Pemanfaatan Ruang
Dengan demikian konsep pemanfaatan ruang DAS Batanghari akan
memperhatikan perimbangan antara ruang untuk pengembangan ekonomi
dengan ruang untuk fungsi ekologis secara serasi dan terpadu, dalam
kerangka keseimbangan dan kelestarian ekosistemnya. Dalam
pengaturannya, ruang dengan fungsi ekologis dapat melampaui batas
administrasi pemerintahan kabupaten atau provinsi.
Sejalan dengan hal tersebut DAS Batanghari, berdasarkan karakteristik
ekosistemnya, akan dibagi 3 (tiga) zona perwilayahan yaitu zona lindung,
zona penyangga /transisi dan zona budidaya. Zona lindung berada di bagian
hulu DAS/Sub DAS, zona budidaya berada di bagian hilir DAS/Sub DAS,
sedangkan zona penyangga/transisi berada diantara hulu dan hilir DAS/Sub
DAS.
5.3 STRATEGI PEMANFAATAN RUANG
5.3.1 Strategi Dasar
Untuk melaksanakan konsep tersebut, strategi pemanfaatan ruangnya adalah
memantapkan kawasan berfungsi lindung, dan pengembangan kawasan
budidaya (pertanian dan non pertanian), di zona hulu, tengah dan hilir. Tujuan
utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi seluruh stake
holders DAS Batanghari untuk jangka panjang, tanpa harus mengorbankan
kepentingan generasi berikutnya.
a. Pemantapan Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang fungsi utamanya melindungi
kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya buatan, nilai sejarah, dan
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.
Kawasan ini harus dilindungi dari kegiatan manusia yang dapat merusak
fungsi lindung. Kawasan lindung menurut PP 47/1997 tentang RTRWN terdiri
dari :
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 26
x Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya
terdiri dari : Hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air.
x Kawasan perlindungan setempat terdiri dari : sempadan pantai, sempadan
sungai, sempadan waduk, kawasan sekitar mata air, dan hutan kota.
x Kawasan suaka alam terdiri dari : Cagar alam, suaka margastwa
x Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari : taman nasional, taman hutan raya,
dan taman wisata.
x Kawasan cagar budaya.
x Kawasan rawan bencana meliputi kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti banjir dan longsor.
x Kawasan lindung lainnya meliputi : taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian satwa, kawasan
pantai berhutan bakau.
b. Pengembangan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya merupakan kawasan yang berfungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya menurut PP 47/1997
tentang RTRWN terdiri dari :
x Kawasan hutan produksi meliputi : hutan produksi terbatas, hutan produksi
tetap dan hutan konversi.
x Kawasan hutan rakyat
x Kawasan pertanian meliputi : pertanian lahan basah, pertanian lahan
kering, pertanian tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, dan
kawasan perikanan.
x Kawasan Pertambangan
x Kawasan peruntukan industri
x Kawasan pariwisata
x Kawasan permukiman.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 27
Berdasarkan pemantapan kawasan lindung dan pengembangan kawasan
budidaya tersebut maka strategi yng ditempuh untuk masing-masing zona
DAS adalah :
A. Zona hulu Das/Sub DAS merupakan kawasan lindung, adalah daerah
tangkapan dan penampungan air hujan. Dengan demikian strategi arahan
pemanfaatan ruang di daerah hulu harus berpedoman pada fungsi daerah
hulu tersebut. Air hujan harus dapat diserap (infiltrasi) sebanyakbanyaknya
ke dalam tanah, dan dihambat alirannya, supaya tidak segera
mengalir ke sungai. Oleh karena itu DAS bagian hulu harus dipertahankan
dan dipelihara keseimbangan ekosistemnya dengan cara berikut :
x Menghindari pembukaan lahan dan alih fungsi pemanfaatan lahan
hutan di daerah dengan morfologi bukit/ curam, daerah yang
merupakan resapan air alamiah (recharge area), hutan lindung, dan
kawasan gambut.
x Menghindari pembukaan lahan untuk kegiatan non pertanian di daerah
yang berpotensi longsor, erosi, dan bencana alam lainnya,
x Mempertahankan fungsi hutan yang ada di daerah taman nasional,
cagar alam, cagar biosfer, yang mempunyai fungsi lindung dan ekologi
(keaneka ragaman hayati). Perlindungan bagian hulu ini bertujuan
untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi seluruh
stakeholder di bagian tengah dan hilir DAS secara berkelanjutan.
B. Zona tengah sebagai penyangga DAS/sub DAS yaitu wilayah peralihan
dari kawasan lindung ke kawasan budidaya, mempunyai kelerengan relatif
datar (peralihan dari bagian hulu kebagian hilir), tempat berlokasi
permukiman dan industri. Strategi arahan pemanfaatan ruang harus
berpedoman mempertimbangkan keberlanjutan ekologi, sosial dan
ekonomi untuk daerahnya sendiri, dan juga untuk menunjang
pembangunan di daerah hilir DAS. Dengan demikian strategi arahan
pemanfaatan ruangnya dilandasi prinsip memperlancar aliran sungai dari
hulu ke hilir, dengan cara :
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 28
x Menghindari pembangunan di sepanjang sempadan sungai, dan
daerah resapan air alamiah (recharge area), daerah rawan longsor,
dan rawan erosi.
x Menggunakan teknologi tertentu yang ramah lingkungan untuk
menghindari erosi di kawasan perkebunan atau pertanian.
x Membuat sudetan untuk memperlancar aliran air sungai, dan
membuat penampungan bagi air limpasan.
C. Zona hilir DAS/sub DAS sebagai kawasan budidaya, mempunyai
kelerengan relatif datar, tempat berlokasi daerah permukiman, kegiatan
industri dan jasa. Daerah hilir ini akan memerlukan strategi arahan
pemanfaatan ruang yang berbeda dengan daerah hulu DAS. Strategi
arahan pemanfaatan ruang daerah hilir DAS, harus berpedoman pada
fungsi ekologinya (sebagai tempat pengaliran air menuju ke laut), fungsi
sosial ekonominya (sebagai tempat kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang intensif) dan karakteristik alamiahnya (misalnya daerah rawa pasang
surut dan lain-lain). Dengan demikian setiap arahan pemanfaatan ruang
harus dilandasi prinsip mengurangi atau mencegah terjadinya hambatan
terhadap fungsi pengaliran sungai, serta menghindari kawasan yang
secara alamiah berpotensi bencana sebagai kawasan budidaya, dengan
cara :
x Menghindari pembangunan disepanjang sempadan sungai, sempadan
pantai , dan hutan rawa gambut.
x Menghindari pembangunan di daerah rawa, kecuali dari segi teknologi
tidak menimbulkan dampak terhadap terhambatnya aliran air dari
sungai ke laut.
x Melakukan pengerukan di alur dan muara sungai .Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari bencana alam (banjir, longsor) yang
akan merugikan secara ekonomi.
Selanjutnya Konsep dan Strategi arahan pemanfaatan Ruang dapat dilihat
pada Gambar 5.4.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 29
Gambar 5.4. Konsep dan Strategi Arahan pemanfaatan Ruang DAS
Batanghari
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 30
5.3.2 Ketentuan dan Arah Pengelolaan Kawasan Lindung
Kawasan berfungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan dan sifat
fisiknya mempunyai fungsi lindung untuk kelestarian sumberdaya alam air,
tanah, flora dan fauna. Berdasarkan pada PP No 47/1997, tentang RTRWN
dan Keppres No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, suatu
satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung apabila
penilaian terhadap parameter kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan
mempunyai total nilai skor ≥ 175 atau memenuhi salah satu/ beberapa syarat
berikut :
a. Mempunyai kemiringan lereng > 40%
b. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi dengan kemiringan lapangan
>15 %
c. Garis sempadan sungai bertanggul adalah sekurang-kurangnya 5 m
disebelah luar di sepanjang kaki tanggul. Untuk sungai tidak bertanggul
dan bertanggul di wilayah perkotaan ditetapkan oleh pejabat berwenang.
d. Garis sempadan pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
e. Merupakan perlindungan mata air dan danau/waduk radius ≥200 m
disekeliling mata air, dan radius ≥50 m disekeliling danau/ waduk.
f. Mempunyai ketinggian ≥2.000 m di atas permukaan laut.
g. Kawasan bergambut dengan ketebalan ≥3 m yang terdapat dibagian
hulu sungai dan rawa.
h. Kawasan pantai berhutan bakau minimal 130 kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air
surut terendah ke darat yang merupakan habitat bakau.
i. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya, hutan kota,
kawasan rawan bencana, dan kawasan lindung lainnya yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya arahan pengelolaan kawasan lindung di DAS Batanghari ini
dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 31
Tabel 5.8.
Arah Pengelolaan Kawasan Berfungsi Lindung
No Jenis Kawasan Arah Pengelolaan Kawasan Lindung
1 Kawasan yg memberikan
perlindungan bagi kawasan
di bawahnya
a. Menjaga fungsi hidroorologis , sehingga ketersediaan unsur hara
tanah, air tanah, dan air permukaan dapat selalu terjamin
b. Mengendalikan hidrologis wilayah, sebagai penambat air, pencegah
banjir,dan melindungi ekosistem khas kawasan bergambut.
c. Memberikan ruang yang cukup bagi air hujan untuk meresap,
menyediakan kebutuhan air tanah, mencegah banjir
d. Mencegah berkembangnya berbagai kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi lindung
e. Mengendalikan dan memantau kegiatan yang diperbolehkan di
kawasan lindung seperti kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air
tanah serta kegiatan lain yang berkaiatan dengan bencana alam , agar
tidak mengganggu fungsi lindung.
2 Kawasan Perlindungan
setempat
a. Melindungi wilayah pantai, sungai, waduk/ danau, dan mata air dari
kegiatan yang akan mengganggu kelestariannya,
b Melindungi wilayah pantai, sungai, waduk/ danau, dan mata air dari
kegiatan yang akan . merusak kualitas airnya
c. Melindungi wilayah pantai, sungai, waduk/ danau, dan mata air dari
kegiatan yang akan mengganggu aliran airnya.
b. Mencegah makin berkurangnya kawasan hutan kota
3 Kawasan Suaka Alam a. Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala serta
keunikan alam yang ada di kawasan suaka alam
4 Kawasan Pelestarian Alam a .Meningkatkan kelestarian fungsi lindungnya
b. Meningkatkan tatanan lingkungannya
5 Kawasan Cagar budaya a. Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah,
bangunan arkeologi, monumen , serta keanekaragaman bentukan
geologi, dari ancaman kepunahan.
5 Kawasan Rawan Bencana a. Melakukan pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan bencana
7 Kawasan Lindung Lainnya a..Melindungi kawasan taman buru dan ekosistemnya
b. Melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan cagar biosfer,
dalam rangka melindungi ekosistem asli, unik.
c. Merehabilitasi ekosistem yang telah mengalami kerusakan/degradasi.
d. Menjaga kelestarian flora fauna dan ekosistem kawasan perlindungan
plasma nuftah.
e. Melestarikan dan menjaga habitat serta ekosistem kawasan
pengungsian satwa.
f. Melestariakan fungsi lindung dan ekosistem kawasan berhutan bakau
Sumber: PP no 47/1997
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dilaksanakan melalui
pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang. Kegiatan
pengawasan dan penertiban berupa :
a. Melarang berbagai usaha/kegiatan di kawasan lindung, kecuali usaha/
kegiatan yang tidak mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang
alam dan ekosistem alami.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 32
b. Mengatur berbagai usaha/kegiatan yang tetap dapat mempertahankan
fungsi lindung.
c. Mencegah berkembangnya berbagai usaha/kegiatan yang mengganggu
fungsi lindung kawasan.
d. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penelitian eksplorasi mineral
dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana alam, agar tetap mempertahankan fungsi lindung kawasan.
e. Menerapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang analisis
mengenai dampak lingkungan bagi berbagai kegiatan yang sudah ada di
kawasan lindung ,yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup.
f. Menerapkan ketentuan ketentuan untuk mengembalikan fungsi lindung
kawasan yang telah terganggu, pada fungsi lindung yang diharapkan,
secara bertahap.
g. Menegakkan peraturan yang mewajibkan dilaksanakannya kegiatan
perlindungan terhadap lingkungan hidup dan rehabilitasi daerah bekas
penambangan pada kawasan lindung.
5.3.3 Ketentuan dan Arah Pengelolaan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah merupakan kawasan yang ditetapkan berfungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Berdasarkan PP No
47/1997 dan Keppres No 32/1990, suatu satuan lahan ditetapkan sebagai
kawasan dengan fungsi budidaya apabila hasil analisis dengan menggunakan
parameter kelas kemiringan lereng, jenis tanah dan intensitas hujan
mempunyai total nilai skor ≤174 dan/atau memenuhi kriteria umum sebagai
berikut :
a. Keadaan fisik satuan lahan dimungkinkan untuk dilakukan budidaya
secara ekonomis.
b. Lokasinya dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 33
c. Tidak merugikan secara ekologi dan lingkungan hidup apabila
dikembangkan sebagai kawasan budidaya.
d. Kawasan yang secara teknis dapat dikembangkan untuk kegiatan
budidaya pertanian dan atau non pertanian.
e. Untuk lahan dengan total nilai skor untuk tiga parameter (kelas lereng,
jenis tanah dan intensitas hujan) 125-174, kawasan tersebut berfungsi
lindung dan budidaya. Atau merupakan kawasan berfungsi menyangga
kawasan lindung. Kawasan penyangga ini merupakan kawasan hutan
produksi terbatas dan pertanian tanaman keras. Kawasan penyangga
apabila digunakan untuk budidaya hutan alam dan hutan tanaman keras
dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, fungsi lindung, dan
peningkatan pelestarian hutan.
f. Untuk lahan dengan total nilai skor untuk tiga parameter (kelas lereng,
jenis tanah dan intensitas hujan) ≥124, serta mempunyai tingkat
kemiringan lereng 15-40%, kawasan tersebut berfungsi budidaya
pertanian tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, hutan tanaman
industri, hutan rakyat, dan perkebunan. kawasan budidaya pertanian
tanaman tahunan ini apabila digunakan untuk budidaya hutan alam dan
hutan tanaman tahunan, dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat
sosial, fungsi lindung, dan peningkatan pelestarian hutan.
g. Untuk lahan dengan total nilai skor untuk tiga parameter (kelas lereng,
jenis tanah dan intensitas hujan) ≥124, serta mempunyai tingkat
kemiringan lereng ≤15%, kawasan tersebut berfungsi budidaya
pertanian tanaman semusim dan non pertanian. Apabila kawasan ini
digunakan untuk budidaya pertanian tanaman semusim dan non
pertanian, dapat memberikan manfaat ekonomi, dan sosial.
Selanjutnya arahan pengelolaan kawasan budidaya di DAS Batanghari dapat
dilihat pada Tabel 5.9.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 34
Tabel 5.9
Arah Pengelolaan Kawasan Budidaya
No
Jenis kawasan
Budidaya
Arah Pengelolaan kawasan Budidaya
1 Hutan Produksi a. Menerapkan cara pengelolaan yang tepat dalam
memanfaatkan ruang dan sumberdaya hutan di
kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi
tetap., dengan tetap menjaga fungsi lingkungan
hidup.
b. Menerapkan cara yang tepat dalam mengelolaan
hutan di kawasan hutan produksi konversi untuk
mendukung pengembangan transportasi,
transmigrasi, pertanian, permukiman, perkebunan,
industri. Dengan tetap menjaga fungsi lingkungan
hidup
2 Hutan rakyat Menerapkan cara pengelolaan yang tepat dalam
pemanfaatan ruang dan sumberdaya hutan di
kawasan hutan rakyat, dengan tetap menjaga fungsi
lingkungan hidup.
3 Kawasan pertanian Memanfaatkan potensi tanah yang sesuai dengan
kegiatan pertanian yang akan dilakukan, untuk
meningkatkan produksinya dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup
4 Kawasan Pertambangan Memanfaatkan sumberdaya mineral, energi, dan
bahan galian , untuk kemakmuran rakyat, dengan
tetap memeliharanya untuk cadangan pembangunan
berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah -
kaidah pelestarian lingkungan hidup.
5 Kawasan Industri Memanfaatkan potensi kawasan peruntukan industri
untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang
, dengan tetap mempertahankan kelestarian
lingkungan hidup.
6 Kawasan Pariwisata Memanfaatkan potensi keindahan alam dan budaya
untuk mendorong perkembangan pariwisata, dengan
tetap memperhatikan kelestarian nilai -nilai budaya
adat , mutu dan keindahan lingkungan alam dan
kelestarian lingkungan hidup
7 Kawasan Permukiman Memanfaatkan ruang ya ng sesuai untuk permukiman,
dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan
aman dari bencana alam serta sesuai bagi
pengembangan masyarakat , dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
Sumber : PP 47/1997
Pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna pemanfaatan ruang, sumberdaya alam, dan sumberdaya
buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia untuk menyerasikan
pemanfaatan ruang dengan kelestarian lingkungan hidup.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Batanghari
Laporan Akhir V - 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan
dan penertiban sebagai berikut :
a. Pengkajian dampak lingkungan sesuai aturan yang berlaku, terutama
untuk kegiatan skala besar.
b. Pengawasan terhadap proses pelaksanaan kegiatan berdasarkan
prosedur dan tata cara pemanfaatan ruang di kawasan budidaya.
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian eksplorasi
mineral dan air tanah, serta kegiatan laian yang berkaiatan dengan
pencegahan terhadap bencana alam di kawasan budidaya.
d. Pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang di kawasan
budidaya.
e. Penegakan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan agar
bangunan yang dibangun sesuai dengan peruntukan ruangnya. Dalam
hal ini pemberian izin mendirikan bangunan perlu memperhatikan
prosedur dan ketentuan/perundangan-undangan yang berlaku.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda